Langsung ke konten utama

Ketika Cinta Menyapa


Ketika hidup ini adalah pilihan, maka biarkanlah aku memilih, memilih untuk tidak menghabiskan waktu bersama kalian. Mungkin kalian menganggapku aneh, tapi itulah aku. Terkadang kita memang harus siap atas perjalanan yang ekstrim, terjal, yang sewaktu-waktu bisa membuat kita terpelanting. Tapi  inilah perjalanan hidup , semoga tulisan ini bisa bermanfaat.

Hujan,,,,
Langit begitu saja mendung
Membawa hujan turun bersamanya
Aku terdiam menatap ranting-ranting pohon yang telah basah
Mungkin pelangi akan tiba
Sebentar lagi
Biarlah hujan menjadikan hari ini sempurna
            Teng....teng....teng....
Lonceng berbunyi pertanda pelajaran akan dimulai.
Perkenalkan nama ku Alisa, aku salah satu siswi di SMA yang aku banggakan, orang-orang sering memanggil ku sasa. Bahkan ada beberapa temanku yang memanggil ku asa.Aku tidak punya kakak,abang ataupun adik, aku anak tunggal. Baiklah, hari ini akan kujelaskan semua tentang cerita yang tak sempat aku jelaskankan sebelumnya. Kalian tau bahwa keindahan itu akan tetap indah, kejujuran itu tak akan pernah terkalahkan, dan kita adalah peran di dalam hidup kita. Perjalanan ini sulit, begitu sangat berat, begitu tak pernah terbayangkan olehku. Ketika pertama kali aku menjadi bagian dalam kisah ini, aku tak pernah memilih berada diantara semuanya,  tapi lagi-lagi keadaan memaksaku di sini, membiarkan kebahagiaan itu tumbuh tanpa memikirkan apakah semuanya benar-benar tulus, apakah semuanya ikhlas terjalankan. 
Ya... seperti kebanyakan murid lainnya, aku menjalankan hampir separuh waktuku di sekolah itu. Sejak aku menginjakkan kakiku di sekolah itu  banyak sekali pelajaran hidup yang aku dapat, tak heran jika teman-teman ku membanggakan sekolah ini karena segudang prestasi yang diraih. Ada rasa bangga ketika simbol itu terpasang di lengan baju kiriku, ada senyum bahagia dari ayah dan ibu ketika aku menyandang status siswi di sekolah itu.
            Hari pertama mos kami dibagi menjadi beberapa kelas dan hari itu adalah hari yang menyebalkan bagi ku, hanya gara-gara tak memakai sepatu bertali, aku disuruh melepas sepatu itu, dan aku satu-satunya siswi yang tak memakai sepatu di kelas itu, sungguh memalukan, mos macam apa ini pikirku. Namun semua tetap kujalankan meski ada rasa marah yang tersimpan, atribut-atribut anehpun terpasang dileher, kaki, pinggan, dan tangan, dan aku begitu gondok ketika disuruh membuka semua peralatan itu dan harus memasangnya lagi dalam waktu 10 detik, sungguh membosankan. Hari kedua dan ketiga tidak jauh beda, mereka masih memperlakukan kami seperti orang bodoh, hingga pada pagi itu kami masih tetap harus menyapa dengan kata “selamat pagi kak” setiap kakak-kakak yang kami jumpai, dan saat itu lagi-lagi kami kena marah karena telah menyapanya, “ ngapain kalian pagi-pagi udah taunya aku ni pagi “,dengan nada yang begitu tinggi.
            Hari terkhir mos, kami disuruh mengumpulkan semua tanda tangan kakak-kakak itu, memberi kesan dan pesan dalam tulisan, dan yang lebih parahnya aku di suruh setengah berdiri dengan kedua tangan dijulurkan kedepan dan menghadap teman-teman, tidak sampai disitu saja, kami disuruh memakan nasi perang dalam waktu yang telah ditentukan, konyol sekali bukan, saat itu posisiku masih dalam keadaan setengah berdiri, aku sungguh lelah, memberi intruksi tak di dengar, padahal mereka berdiri di depan itu. Hingga pada akhirnya seorang kakak memberi kebebasan untuk aku berdiri tegak, “Alhamdulillah”, hatiku tenang. Dan hari terakhir mos juga merupakan hari yang sangat berkesan karena mereka semua sebenarnya baik dan hanya bersandiwara selama tiga hari itu. Dengan berakhirnya MOS ini Lengkap sudah statusku menjadi siswi di SMA ini, tak banyak ingin ku, karena aku tak pernah menginginkan berada di SMA ini, aku hanya berharap kelak aku akan lulus di salah satu Universitas yang aku inginkan. Hari demi hari kulewati, bertemu dan dan dipertemukan dengan mereka, orang-orang yang aku cintai karena Allah. Lingkaran ukhuwah yang kutemukan dalam rumah bernama ROHIS, ya rohis itu bagaikan rumah ku, rumah untuk aku menumpahkan segala kekesalan ku, segala kesedihan ku dan kasih sayang ku. Aku bersyukur, sangat bersyukur bisa merasakan nikmatnya ukhuwah ini. Hari-hari yang aku jalani di SMA ini begitu sangat mengesankan hingga tiba saatnya hari yang menegangkan itu tiba, disaat tangan ini harus menuliskan Universitas dan jurusan apa yang akan ku pilih. Sebenarnya hatiku sudah mantap dengan satu Universitas, namun dengan banyaknya yang memilih universitas itu membuatku menjadi goyah, hingga akhirnya kami, aku dan sahabat-sahabatku dian, ena, rani, dan sisi berkumpul untuk mendiskusikan pilihan ini, dan akhirnya kami sepakat memilih UNIMED sebagai pilihan pertama, tan pilihan kedua sesuai keinginan masing-masing. Saat itu aku memilih Universitas Syiah Kuala sebagai pilihan kedua, dan aku berharap tak akan lulus disitu, UIN SU pun menjadi universitas ketiga pilihan ku.
            Hari demi hari bagaikan dikelilingi asap, kabut, menunggu pengumuman itu , berdoa dan terus berdoa agar aku di luluskan di Universitas terbaik pilihan-Nya. Hingga tibalah saat yang dinanti-nantikan itu, aku tak berani membukannya sendirian, hingga akhirnya aku mendapat kabar bahwa sahabatku dani tidak lulus, seperti terasa perih hatiku mendengar berita itu, dan akhirnya masuk sms yang kedua sebelum aku sempat membuka pengumuman itu “selamat ya sob, lulus di Unsyiah”. Aku terdiam, seperti tidak percaya, rasanya aku ingin berteriak sekuat-kuatnya kenapa harus Unsyiah ya Allah. Akupun memberanikan diri membuka pengumuman itu dan ternyata benar, aku lulus di Unsyiah. Aku tak ingin, aku kecewa, aku marah, semua terasa hambar, hingga selang 30 menit setelah pengumuman itu, tak henti-hentinya ucapan selamat masuk via sms di handpone ku.
 “ Ya Allah betapa tak pernah ingin aku ke universitas itu, Engkau tau ya Allah ketika aku pilih universitas itu, tak ada keyakinan dalam hati ku, hanya sekedar pilihan kedua sebagai pelengkap pilihan pertama, Engkau tau ya Allah bahwa keyakinan hati ini terletak di pilihan pertama” ungkapku dalam doa disepanjang ibadah ku,dan kini hujan itu benar-benar jatuh. Aku hanya bisa tersenyum setiap kali mereka mengucapkan selamat padaku, tanpa mereka tahu bahwa hati ini menolak. Semua berlalu bagaikan angin dan tibalah pengumuman IAIN kala itu yang sekarang sudah menjadi UIN. Hati ini tak terlalu banyak berharap sebab tak ingin kecewa untuk yang kedua kalinya. Kali ini aku benar-benar tak melihat pengumuman itu, sahabat ku yang melihatnya, aku bahagia karena mendengar kabar sahabatku yang tidak lulus kemarin, ternyata ia lulus di IAIN, alhamdulillah ucapku kala itu, dan kebahagiaan itu semkin lengkap ketika kabar itu menyapa ku, “ selamat ya Sasa, kamu lulus juga di IAIN. Alhamdulillah rasa syukur itu semakin memuncak, dan akhirnya aku dan sahabat-sahabatku berkumpul untuk planing kos bersama yang udah kami buat beberapa bulan yang lalu, aku memilih IAIN, kebahagian itu benar-benar merangkul ku dari rasa kecewa itu. Namun kebahagian itu tak berlanjut, ketika orang tuaku lebih memilih Unsyiah.
“ Dimanapun kita berada, kawan itu ada dimana-mana, bukankah tempat yang baru itu mengajarkan banyak hal, mempertemukan kita dengan orang-orang baru, dan semakin banyak relasi kita, kalau Unsyiah, Ayah yakin Aceh itu lebih reliqius daripada Medan” nasehat bapak saat itu. Seperti ingin menangis rasanya, nasehat itu memang benar, apa karena aku takut, takut berpisah dengan sahabat-sahabat ku, takut menginjakkan kaki di tempat yang baru, takut? Entahlah yang jelas aku tak ingin. Tapi biar bagaimanapun orangtua ingin yang terbaik, dan Allah tak mungkin menjerumuskan hamba-Nya, dan saat itu akhirnya aku memutuskan memilih Unsyiah dengan rasa mau tak mau. Ucapan maaf karena aku tak bisa menepati janji pada sahabat-sahabatku, ucapan maaf karena aku harus memilih Unsyiah dan akan berangkat malam ini, tanpa  sempat bertemu.
            Akhirnya tibalah aku di kampus ini, kampus Universitas Syiah Kuala, kampus yang katanya religius, kampus yang juga menjadi pilihan orang-orang di luar sana. Ya,,,, ternyata semua tak seperti yang aku bayangkan, semua baik-baik saja, malah aku cukup memiliki banyak teman di sini, malah sekarang aku bersyukur Allah telah meluluskan ku di kampus ini, aku bersyukur karena Allah izinkan aku berdiri di sini. Semua berjalan indah, terjawab sudah kenapa Alah pilihkan kampus ini untuk ku, aku bisa merasakan nikmatnya UP3AI, bisa menjadi lebih kuat disini. Adalah hal yang sangat aku banggakan ketika aku kembali dipertemukan dalam lingkaran cinta di naungan lembaga dakwah fakultas, Alhamdulillah sepanjang aku berada di kampus ini , kebahagian itu semakin menyapaku, keindahan akhlak yang tercermin hampir di setiap pribadi yang aku temui dan menjadi inspirasi dalam hidupku agar kampus yang penuh dengan warna-warni islami ini bisa menjadikan ku orang yang senantiasa ikhlas menjalankan hidup ini. Aku dipertemukan dengan orang-orang yang membuat hidupku semakin bermakna. Cinta benar-benar menyapaku di sini,ternyata benar, Allah izinkan kita menangis agar kita tau betapa indahnya pelangi setelah itu, dan inilah pelangi yang Allah janjikan itu, tiada yang lebih indah dari sebuah ukhuwah atas nama-Nya.

 #Bersambung



           

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Karena Allah Mencintai Kita

  Entah waktu yang begitu cepat memisahkan kebersamaan kita, atau kitanya yang terlalu kuat menambatkan cinta. Sehingga ketika waktunya selesai, kitapun masih mencari alasan untuk menetap. Tapi yang jelas karena Allah lah yang merekatkan hati-hati kita, dan kita tak ingin pisah dari kebersamaan yang sudah dibangun bertahun-tahun. Mungkin seberat ini ya melepaskan itu...tapi biar bagaimanapun tugas kita akan berpindah dari satu pundak ke pundak yang lain. Regenerasi itu yang kelak akan meneruskan.. Penuh cinta dan kedamaian ketika Allah panggil kita satu persatu ke tempat yang lain, bergilir..sehingga linangan air mata itu perlahan-lahan jatuhnya... kita mencintai jalan ini... Dalam satu momen diskusi santai kita, pernah berucap "gimana ya kalau nanti kita ga di sini lagi, apakah kita sudah benar-benar menyiapkan regenerasi yang akan melanjutkan estafet dakwah ini?" Kekhawatiran itu menghampiri kita yang tengah menghitung hari beranjak pergi.. Ya Allah entah hati apa yang Engk

Nikmati Proses

Proses itu indah jika dijalani dengan hati yang ikhlas. Sebab ikhlas itu sendiri adalah keadaan dimana kau menyedikitkan untuk mengeluh atau bahkan tak ada kata-lata keluhan yang keluar dari lisan mu. Semua orang tau, semua orang merasakan bahwa lelah itu adalah bumbu dalam perjalanan hidup ini. Kita hanya perlu membangun semangat itu lebih kokoh lagi, mendirikan pundak-pundak yang tegar dan menjalankan proses ini sebagaimana mestinya sesuai koridor-koridor yang telah Allah terangkan dalam firman-Nya. Jangan lari dari aturan-Nya, sebab itu adalah kunci kita meraih ridho-Nya. Saya suka kali dengan kata-kata ini “Jangan minta Allah kurangi bebanmu, tapi mintalah Allah kuatkan pundakmu”. Memang begitulah layaknya kita. Tetaplah teguh. Jika permainan hidup ini laksana api yang membakar, maka biarlah ia membakar fisikmu tapi bukan imanmu. Jika jalanan panjang yang dilalui bagaikan jurang, maka jangan hiraukan panggilan-panggilan yang menginginkan kau jatuh.tetaplah fokus pada

Lukisan di Jalanan

Kerasnya medan jalanan Meneteskan luka yang kian merambah Melilitkan kisah keterpurukan hidup Sedang kita tak pernah melirik Bila saja bisa ku hapuskan Semua aspek kehancuran Kan ku pastikan tak ada lagi Praktek ketidakjujuran Tak ada lagi tangan-tangan mungil Yang berserakan di jalanan Manalah mungkin bias ku tatap Semua jeritan hati yang pilu Terluka oleh tangan yang penuh dosa Sebab aku bukanlah seorang yang berkuasa  Tapi ku yakin Kita kan menari dalam irama kedamaian Dalam batas-batas ketulusan Jum'at, 7 Juni 2013 Note: Tulisan abal-abal gendre puisi yang pertama kali terbit dan dibukukan masa-masa SMA