Langsung ke konten utama

Catatan Seorang Petualang


Langit masih menutup wajahnya, ketika kami hendak melangkahkan kaki, keluar dari tempat berteduh. Malam itu dingin, di tambah perjalanan yang panjang,  yang hanya di tempuh dengan berjalan kaki. Wajah kami lelah,  karena jam tidur yang terbilang singkat ditambah aktivitas yang sangat padat. Tetapi entah mengapa,  pada saat itu, serangga-serangga lampu menjadi lebih berharga dari hanya sekedar lelah yang kami rasa. Meskipun tidur  beralaskan tikar,  yang ditemani tetesan embun yang jatuh dari atas tenda dan suara-suara jangkrik yang begitu akrab, kami menikmatinya.  Kami sudah diajarkan hidup seperti ini sejak semester 2, ketika kami menjadi mahasiswa Biologi, tepatnya Ilmu Biologi, yang pada saat itu terkenal dengan padatnya jadwal laboratorium,  laporan dan praktek lapangan. Unik memang,  karena dengan begitu kami bisa memahami, bahwa semua makhluk hidup yang Allah ciptakan saling berkesinambungan.

Kami pun berbaris memeriksa kelengkapan, tepat jam 2 malam,  pengamatan dimulai oleh kelompok kami yang pada saat itu notobance wanita-wanita.  Nah ini juga salah satu keseruan di Jurusan Biologi, hampir sebagian penghuninya wanita-wanita tangguh yang bisa survive dalam kondisi genting di tengah hutan. Gak ada cerita manja-manja,  gak bisa tidurlah,  gak bisa jalan jauh lah,  gak biasa inilah ga biasa itulah. Jika terlalu banyak mengeluh, maka bersiaplah untuk menelannya pahit-pahit.

Perjalanan masih berlanjut, hingga mengantarkan kami pada satu tempat di ujung nan jauh, melewati gelap, untuk mngambil data tentang serangga. Di sini, kebersamaan itu juga terekam manis,  saat satu kelompok saling melengkapi, satu memegang senter,  satu mengambil gambar dalam gelap,  satu menuliskan data-data dan sebagian lagi memastikn bahwa tak ada satupun yang terlewat untuk di catat. Sebab data adalah pertanggungjawaban kami dalam sebuah laporan,  hilang satu data,  maka hilang juga satu nilai.  Haha.. lucu ya,  ga kebayang pada saat itu wajah-wajah tim kami begitu serius menelisik satu persatu serangga lampu.

Satu kisah di malam pertama praktek lapangan pun berakhir dengan senyum-senyum bahagia,  karena dapat data baru. Hehe,  anak biologi itu senang banget kalau punya data lengkap, yang real dan bukan manipulasi. Jujur itu adalah data kami dalam mengambil data, nasihat  dosen saya pada waktu itu. Usahakan teguh merekam data-data  yang nyata, bukan hasil karangan bebas.

Di pagi hari pada hari kedua, kami masih disibukkan dengan data-data, aktivitas rutin kami, bangun, sholat bareng, almatsurat,  senam, sarapan, keliling hutan ngambil data, identifikasi tumbuhan dan hewan yang ditemukan, ngamati burung yang lewat, gali-gali tanah, semua keseruan itu tercatat dalam perjalanan kami selama menempuh masa pendidikan di kampus Jantong Hatee Rakyat Aceh. Ada satu momen yang pada saat itu,  kami menyusuri hutan,  sungai yang jarak tempuhnya itu sangat jauh,  melewati bukit nan tinggi dan terjal serta menyeberangi arus sungai yang deras. Di sini ga ada sepatu pansus dan baju mentel ya, kami lengkap dengan sepatu karet petani,  kaos oblong, kaus kaki panjang,  buku catatan, topi dan segala perlengkapan lapangan yang di sepanjang jalan mata tak pernah berhenti menelisik sekitar. Jika saja pada saat itu tak mengikuti instruksi, maka selesailah semua perkara, bisa jadi berhenti tak sanggup melanjutkan perjalanan. Bukit itu tinggi, kami sangat ingat, bagaimana kami mendakinya dengan saling berpegangan dan menumpukan pegangan lain pada akar2.

Bukan hanya sekedar kemah di lapangan, senang2 terus selesai. Mohon maaf,  ini bukanlah kamus anak biologi.  Tapi justru, membawa diri kami ke hutan, jauh dari keramaian, menikmati meminum air2 yang mengalir dari mata air di tengah hutan adalah salah satu cara mendidik kami untuk mampu bertahan dan peka terhadap lingkungan.  Selain itu juga sebagai pembuktian siapa yang benar2 setia dan peduli bersama kita selama di perjalanan. Maka Benarlah nasihat yang dikatakan bahwa jika kita ingin melihat sifat asli kita dan karakter teman kita,  maka pergilah mendaki bersamanya atau lakukanlah perjalanan bersamanya,  maka kita akan menemukannya. Jika kita pengeluh,  maka disepanjang jalan itu kita tak akan berhenti ngeluh., jika kita egois,  maka di terjalnya dakian itu kita akan egois,  tak peduli dengan kondisi teman2 kita. Dan kalau kita penakut pun maka akan sangat terlihat jelas. Di sini kita akan menemukan bahwa seseorang tak bisa menyembunyikan karakternya,  kita akan menjadi diri kita sendiri.

Bersambung...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Karena Allah Mencintai Kita

  Entah waktu yang begitu cepat memisahkan kebersamaan kita, atau kitanya yang terlalu kuat menambatkan cinta. Sehingga ketika waktunya selesai, kitapun masih mencari alasan untuk menetap. Tapi yang jelas karena Allah lah yang merekatkan hati-hati kita, dan kita tak ingin pisah dari kebersamaan yang sudah dibangun bertahun-tahun. Mungkin seberat ini ya melepaskan itu...tapi biar bagaimanapun tugas kita akan berpindah dari satu pundak ke pundak yang lain. Regenerasi itu yang kelak akan meneruskan.. Penuh cinta dan kedamaian ketika Allah panggil kita satu persatu ke tempat yang lain, bergilir..sehingga linangan air mata itu perlahan-lahan jatuhnya... kita mencintai jalan ini... Dalam satu momen diskusi santai kita, pernah berucap "gimana ya kalau nanti kita ga di sini lagi, apakah kita sudah benar-benar menyiapkan regenerasi yang akan melanjutkan estafet dakwah ini?" Kekhawatiran itu menghampiri kita yang tengah menghitung hari beranjak pergi.. Ya Allah entah hati apa yang Engk

Nikmati Proses

Proses itu indah jika dijalani dengan hati yang ikhlas. Sebab ikhlas itu sendiri adalah keadaan dimana kau menyedikitkan untuk mengeluh atau bahkan tak ada kata-lata keluhan yang keluar dari lisan mu. Semua orang tau, semua orang merasakan bahwa lelah itu adalah bumbu dalam perjalanan hidup ini. Kita hanya perlu membangun semangat itu lebih kokoh lagi, mendirikan pundak-pundak yang tegar dan menjalankan proses ini sebagaimana mestinya sesuai koridor-koridor yang telah Allah terangkan dalam firman-Nya. Jangan lari dari aturan-Nya, sebab itu adalah kunci kita meraih ridho-Nya. Saya suka kali dengan kata-kata ini “Jangan minta Allah kurangi bebanmu, tapi mintalah Allah kuatkan pundakmu”. Memang begitulah layaknya kita. Tetaplah teguh. Jika permainan hidup ini laksana api yang membakar, maka biarlah ia membakar fisikmu tapi bukan imanmu. Jika jalanan panjang yang dilalui bagaikan jurang, maka jangan hiraukan panggilan-panggilan yang menginginkan kau jatuh.tetaplah fokus pada

Lukisan di Jalanan

Kerasnya medan jalanan Meneteskan luka yang kian merambah Melilitkan kisah keterpurukan hidup Sedang kita tak pernah melirik Bila saja bisa ku hapuskan Semua aspek kehancuran Kan ku pastikan tak ada lagi Praktek ketidakjujuran Tak ada lagi tangan-tangan mungil Yang berserakan di jalanan Manalah mungkin bias ku tatap Semua jeritan hati yang pilu Terluka oleh tangan yang penuh dosa Sebab aku bukanlah seorang yang berkuasa  Tapi ku yakin Kita kan menari dalam irama kedamaian Dalam batas-batas ketulusan Jum'at, 7 Juni 2013 Note: Tulisan abal-abal gendre puisi yang pertama kali terbit dan dibukukan masa-masa SMA